Proyek Percontohan Agroforestri Hutan Wakaf Jantho–Seulimum

Menyelamatkan Daerah Tangkapan Air, Menumbuhkan Harapan Baru

Di lembah dan perbukitan Jantho serta Seulimum, Aceh Besar, Inisiatif Konservasi Hutan Wakaf (IKHW) memulai langkah baru: membangun proyek percontohan agroforestri di atas lahan wakaf seluas enam hektar.
Langkah ini bukan sekadar menanam pohon, tetapi menumbuhkan sistem kehidupan — tempat manusia, pohon, tanah, dan air kembali saling menyokong.

Mengapa Agroforestri?

Agroforestri adalah pendekatan yang mengintegrasikan pepohonan dan semak ke dalam sistem pertanian dan peternakan. Melalui cara ini, lahan tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga penjaga air, pengikat karbon, dan rumah bagi keanekaragaman hayati.
Dengan kata lain, agroforestri adalah bentuk pertanian yang mendengarkan kembali irama alam.

Melalui proyek ini, Hutan Wakaf menjadi laboratorium hidup yang memadukan pertanian, kehutanan, dan spiritualitas ekologis. Setiap pohon yang tumbuh adalah wujud dari amal jariyah ekologis — memberi manfaat berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai

Jantho dan Seulimum adalah wilayah penting dalam sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh, yang menjadi sumber utama air bersih bagi Banda Aceh dan sekitarnya.
Namun, pembukaan lahan, penebangan liar, dan tekanan ekonomi telah mengancam fungsi kawasan tangkapan air.
Melalui agroforestri, IKHW berupaya memulihkan daya serap tanah, menahan erosi, dan menjaga aliran air tetap lestari. Pohon yang ditanam tidak hanya menghasilkan buah atau kayu, tetapi juga menahan kehidupan di bawahnya.

Sistem dan Praktik yang Diterapkan

Proyek ini menerapkan beragam model agroforestri sesuai karakter lahan, antara lain:

Silvopastura – Menggabungkan pepohonan dengan pengembangan budidaya lebah madu, sehingga terjadi siklus alami antara naungan, pakan, dan penyerbukan bunga.

Penanaman Lorong – Menanam pepohonan dalam barisan dengan tanaman pangan di antaranya, menciptakan mikroklimat yang menyehatkan.

Sabuk Penahan Angin & Penyangga Riparian – Menanam pohon inti seperti ficus, bambu di lereng dan batas lahan untuk melindungi tanah, air, dan tanaman kayu; dengan berbagai jenis tanaman endemik Aceh dalam sistem agroforestri.

Mengembangkan komoditas unggulan Aceh di bawah kanopi hutan, tanpa harus menebang hutan – Kopi, Alpukat, Jengkol, Pete, Kunyit, Jahe, Sereh Wangi, Jernang, Rotan, dan Aren.

Dampak Sosial dan Ekonomi

Agroforestri di Hutan Wakaf tidak berhenti pada aspek ekologi. Ia menjadi sumber penghidupan baru bagi masyarakat sekitar.
Melalui hasil seperti buah, madu, kayu, atau tanaman rempah, masyarakat memperoleh pendapatan tambahan tanpa merusak hutan.
Lebih dari itu, proyek ini menumbuhkan rasa memiliki terhadap alam, karena setiap warga terlibat dalam merawat, memanen, dan menjaga keberlanjutan.

Sebuah Ekonomi Spiritual

Di balik semua ini, terdapat semangat wakaf yang menjadi dasar gerakan.
Tanah yang diwakafkan menjadi tanah yang hidup — tidak dimiliki oleh siapa pun, tetapi memberi kehidupan bagi banyak pihak.
Agroforestri di Hutan Wakaf adalah bentuk baru dari ekonomi spiritual, di mana keadilan ekologis dan kesejahteraan sosial berjalan beriringan.

Inisiatif Konservasi Hutan Wakaf (IKHW) percaya bahwa konservasi bukan hanya pekerjaan teknis, tetapi juga ibadah kolektif.
Setiap pohon yang tumbuh di Jantho dan Seulimum adalah doa yang menghijau, dan setiap tetes air yang terselamatkan adalah berkah yang mengalir bagi kehidupan.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *