Pengembangan Konsep Wakaf Lingkungan dalam Skema Hutan Wakaf: Studi Kasus di Desa Data Cut, Aceh Besar

Tim Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Tanggal kegiatan: 23 Juli 2018

Abstrak

Wakaf sebagai instrumen filantropi Islam memiliki potensi besar untuk mendukung konservasi lingkungan hidup. Laporan ini mendokumentasikan kegiatan penyuluhan dan edukasi yang dilakukan oleh Tim Pengabdian Masyarakat dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) di Desa Data Cut, Kecamatan Jantho, Aceh Besar. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman hukum, tata kelola, serta model produktif dalam pengelolaan hutan wakaf. Dengan melibatkan pemangku kepentingan lokal dan institusi pemerintah, penyuluhan ini mengintegrasikan pendekatan religius, ekologis, dan legal formal dalam pengembangan wakaf lingkungan. Hasil kegiatan menunjukkan adanya antusiasme komunitas lokal terhadap konsep hutan wakaf sebagai instrumen konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Rekomendasi diberikan untuk replikasi program serupa dan penguatan aspek legal tanah wakaf.

Kata Kunci: Wakaf produktif, konservasi lingkungan, hutan wakaf, pemberdayaan masyarakat, Aceh.

  1. Pendahuluan

Wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi Islam yang memiliki nilai keberlanjutan, sosial, dan spiritual. Dalam beberapa dekade terakhir, terjadi perluasan makna wakaf tidak hanya sebagai aset keagamaan, namun juga sebagai instrumen pembangunan sosial dan lingkungan (Hasan, 2017). Salah satu bentuk inovasi adalah “hutan wakaf” yang berfungsi sebagai kawasan konservasi berbasis komunitas, seperti yang mulai dikembangkan di Aceh Besar.

Di Desa Data Cut, Kecamatan Jantho, komunitas lokal yang tergabung dalam Inisiatif Konservasi Hutan Wakaf (IKHW) menggagas pengelolaan hutan berbasis wakaf sebagai solusi atas degradasi lingkungan, alih fungsi lahan, dan konflik penguasaan tanah. Menyadari urgensi dukungan akademik dan hukum, Tim Pengabdian Masyarakat FHUI menyelenggarakan kegiatan penyuluhan dan edukasi dalam rangka memperkuat kapasitas masyarakat dan mendorong legalitas hutan wakaf sebagai model wakaf produktif.

  1. Metodologi Kegiatan

Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah penyuluhan hukum dan diskusi partisipatif. Kegiatan dilaksanakan pada 23 Juli 2018 di Meunasah Gampong Jantho, Aceh Besar, dengan melibatkan:

Peserta: Mukim, para keuchik se-Gampong Jantho, calon nazhir, anggota IKHW, serta tokoh masyarakat.

Narasumber:

  1. Kepala KUA Kecamatan Jantho
  2. Kepala Seksi RHL Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Krueng Aceh
  3. Kepala BPN Aceh Besar
  4. Perwakilan Komunitas IKHW

Data dikumpulkan melalui observasi lapangan, dokumentasi kegiatan, dan notulensi diskusi. Materi penyuluhan mencakup aspek hukum wakaf, ekologi, prosedur legalisasi tanah wakaf, serta rencana strategis pengembangan hutan wakaf.

  1. Hasil Kegiatan

Kegiatan menghasilkan beberapa temuan penting:

Aspek Hukum: Narasumber dari KUA menekankan pentingnya pembentukan nazhir resmi dan penggunaan skema wakaf produktif sebagai bentuk pemanfaatan tanah secara berkelanjutan.

Aspek Lingkungan: Balai DAS memaparkan bahwa kawasan hutan wakaf terletak di bagian hulu DAS Krueng Aceh, yang memiliki fungsi strategis dalam menjaga kualitas dan kuantitas air, serta pencegahan erosi.

Aspek Legalitas: Kepala BPN Aceh Besar menjelaskan tahapan legalisasi dan sertifikasi tanah wakaf, serta perlunya dokumen pendukung agar tanah tidak berpindah fungsi atau status.

Partisipasi Komunitas: Komunitas IKHW menyampaikan rencana pengembangan berbasis ekowisata, konservasi lebah kelulut, serta pelibatan pemuda desa dalam pelestarian hutan.

  1. Pembahasan

Kegiatan ini menunjukkan bahwa pendekatan interdisipliner antara hukum Islam, kebijakan agraria, dan konservasi ekologi dapat memperkuat peran wakaf sebagai alat pengelolaan sumber daya alam. Hutan wakaf di Aceh Besar menjadi contoh praktik baik yang menggabungkan nilai religius dan kepedulian terhadap krisis ekologi.

Namun, tantangan masih dihadapi, antara lain pada aspek birokrasi legalisasi tanah, keterbatasan kapasitas nazhir, dan perlunya dukungan kebijakan lintas sektor. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara lembaga keagamaan, perguruan tinggi, pemerintah daerah, dan komunitas akar rumput.

  1. Simpulan dan Rekomendasi

Hutan wakaf sebagai bentuk wakaf produktif memiliki potensi besar dalam mendukung konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan penyuluhan oleh Tim FHUI berhasil meningkatkan pemahaman komunitas tentang legalitas, pengelolaan, dan potensi ekonomi wakaf lingkungan.

Rekomendasi:

  1. Perlunya pelatihan lanjutan bagi calon nazhir tentang manajemen wakaf produktif dan kelembagaan.
  2. Pendampingan hukum dan administratif untuk percepatan sertifikasi tanah wakaf.
  3. Perluasan kerja sama riset antara perguruan tinggi, pemerintah, dan komunitas dalam pengembangan model hutan wakaf.

Daftar Pustaka

Hasan, Z. (2017). Waqf as a Tool for Sustainable Development: The Malaysian Experience. International Journal of Social Economics, 44(5).

Basyir, A. (2004). Hukum Wakaf di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Ministry of Forestry (2020). DAS Management Guidelines. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *